BAB II

BAB II
KAJIAN TEORI

A. Kajian Kependidikan
1. Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar
Mata pelajaran Sains di Sekolah Dasar pada dasarnya adalah untuk memberikan pengetahuan tentang lingkungan alam, pengembangan keterampilan, wawasan, dan kesadaran teknologi dalam kaitannya dengan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari yang sifatnya masih sederhana.
a. Pengertian Tentang Bidang Studi Sains
Kata “sains” pada dasarnya secara khusus sama dengan ilmu pengetahuan alam. Sains secara harafiah dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan tentang alam atau yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam (Patta Bundu. 2006: 9). Dalam kamus besar bahasa Indonesia “sains” diartikan sebagai ilmu yang teratur (sistematis) yang dapat diuji atau dibuktikan kebenarannya (Depdikbud.1990: 767).
Sains adalah salah satu bidang studi atau mata pelajaran di sekolah dasar. Pada proses pelaksanaan pembelajaraan Sains, siswa akan mendapat banyak kesempatan untuk pengembangan keterampilan dalam berbagai kegiatan. Menurut Usman Samantoa (2006: 3) alasan mengapa Sains dimasukan kedalam kurikulum adalah :
1) Bahwa Sains atau IPA berfaidah bagi suatu bangsa.
2) Jika diajarkan secara tepat, maka Sains merupakan suatu mata pelajaran yang dapat membuat siswa berfikir secara kritis.
3) Bila Sains diajarkan dengan cara siswa melakukan percobaan-percobaan sendiri, maka Sains tidaklah sebagai mata pelajaran hafalan saja.
4) Mata pelajaran ini mempunyai nilai-nilai pendidikan yaitu mempunyai potensi yang dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan.

b. Tujuan Bidang Studi Sains
Pada prinsipnya pembelajaran Sains membekali siswa kemampuan berbagai cara untuk mengetahui alam sekitar. Adapun tujuan pembelajaran Sains di sekolah dasar menurut Patta Bundu (2006: 23) adalah :
1) Menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap sains, teknologi, dan masyarakat.
2) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.
3) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep Sains yang akan bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
4) Ikut serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
5) Menghargai alam sekitar dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan tuhan.


2. Tinjauan Tentang Karakteristik Siswa Sekolah Dasar
Perkembangan penelitian dan pengalamannya anak usia TK dan SD, Jean Piaget dalam (Hendro Darmojo dan Jenny R.E Kaligis. 1992: 18) mengklasifikasikan tingkat-tingkat perkembangan inteltual anak sebagai berikut:
a. Tahap sensori-motor 0-2 tahun
b. Tahap Operasional:
1) Praoperasional 2-7 tahun
2) Operasional konkret 7-11 tahun
c. Tahap Operasional formal :
1) Pemikiran organisasional 11-15 tahun
2) Pemikiran keberhasilan 15 tahun ke atas
Dari klasifikasi diatas, terlihat bahwa anak usia sekolah dasar yang berumur antara 7-11 tahun termasuk dalam tahap praoprasional konkret yaitu mereka berfikir atas dasar pengalaman konkret/nyata. Mereka belum dapat berfikir secara abstrak seperti halnya orang usia dewasa. Akan tetapi, mereka sudah dapat menulis dan berkorespondensi, dan akhirnya mereka mulai dapat berfikir abstrak yang sederhana misalnya memahami konsep berat, gaya dan ruang (Hendro Darmojo dan Jenny R.E Kaligis. 1992: 20).
Mengingat umumnya anak indonesia mulai masuk sekolah dasar pada usia 6-7 tahun dan rentang waktu belajar di SD adalah selam 6 tahun maka usia anak sekolah dasar bervariasi antara 6-12 tahun (Maslichah Asy’ari. 2006: 38). Dari hal tersebut, dapat diketahui bahwa keadaan siswa sekolah dasar meliputi tahap pra oprasional kongkrit dan masa awal operasional formal. Menurut Maslichah Asy’ari (2006: 38) pada usia atau tahap tersebut, anak memiliki berbagai sifat sebagai berikut.
1. Memiliki rasa ingin tahu yang kuat.
2. Senang bermain atau suasana yang menggembirakan.
3. Mengatur dirinya sendiri, mengeksplorasi situasi sehingga suka mencoba-coba.
4. Memiliki dorongan yang kuat untuk berekspresi, tidak suka mengalami kegagalan.
5. Akan belajar efektif bila ia merasa senang dengan situasi yang ada.
6. Belajar dengan bekerja dan suka mengajarkan apa yang ia bisa kepada temannya.

Jika dicermati lebih lanjut perkembangan siswa pada sekolah dasar, ada sebuah perbedaan antara kelas rendah dan kelas atas. Oleh karena itu dalam pembelaran di sekolah dasar perlu ada perbedaan strategi atau penekanan antara siswa kelas rendah atau kelas atas yang desesuaikan dengan karakteristik masing-masing.
Menurut Dahar (dalam Maslichah Aisy’ah. 2006: 38) siswa kelas rendah memiliki kekhasan, antara lain:
1. penalarannya bersifat trasduktif (dari hal yang khusus ke yang lebih khusus lagi),
2. tidak dapat berfikir reversibel atau bolak-balik,
3. bersifat egosentris,
4. belum mengerti pengetian kekekalan materi, dan
5. belum bisa berfikir secara abstrak.

Berbeda halnya dengan kelas atas, siswa yang pada umumnya sudah berusia 9-12 tahun, menurut Piaget (dalam Maslichah Asy’ari. 2008: 42) pada usia ini siswa memiliki kekhasan antara lain:
1. dapat berfikir reversibel atau bolak-balik,
2. dapat melakukan pengelompokan dan menentukan urutan, dan
3. telah mempu melakukan operasi logis .
3. Metode Discovery Learning
a. Metode
Metode adalah cara yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan (Dwi Siswoyo, dkk. 2007: 142). Dari pengertian metode yang dikemukakan oleh Dwi Siswoyo dkk, metode ini mempunyai fungsi sebagai alat yang digunakan dalam mencapai suatu tujuan. Hal yang sedikit berbeda tentang metode yang dikemukakan oleh Oemar Hamalik (2007: 26) mengemukakan bahwa metode adalah cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum.
Metode atau strategi pembelajaran menempati fungsi yang penting dalam kurikulum, karena memuat tugas-tugas yang perlu dikerjakan oleh siswa dan guru. Karena itu, penggunaan metode harus berdasarkan analisa tugas yang mengacu pada tujuan kurikulum dan berdasarkan perilaku awal siswa. Menurut Oemar Hamalik (2007: 27) ada tiga alternatif pendekatan penggunaan metode yang dapat digunakan, yaitu:
1) pendekatan yang berpusat pada mata pelajaran,
2) pendekatan yang berpusat pada siswa, dan
3) pendekatan yang berorientasi pada kehidupan masyarakat
Penggunaan metode ini tidaklah lepas dari pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan di sekolah. Proses pembelajaran dengan menggunakan cara-cara tertentu agar siswa dapat menguasai materi dengan baik, guru hendaknya menggunakan strategi dalam pembelajaran atau yang sering disebut dengan metode pembelajaran.
b. Metode pembelajaran
Salah satu usaha yang tidak pernah guru tinggalkan adalah bagaimana memahami kedudukan metode sebagai salah satu komponen yang ikut ambil bagian bagi keberhasilan kegiatan pebelajaran ((Syaiful: 2006: 72). Sugihartono dkk (2007: 81) berpendapat bahwa metode pembelajaran berarti cara yang dilakukan dalam proses pembelajaran sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa metode mengajar adalah suatu cara yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran untuk mencapai hasil yang optimal.
Dari penjelasan diatas, penjelasan tentang metode belajar juga diperkuat dengan pendapat Slameto (2003: 82) yang menerangkan bahwa metode belajar adalah jalan yang harus dilalui untuk mencapai atau mendapatkan pengetahuan, sikap dan kecakapan serta keterampilan. Dari hal tersebut menerangkan bahwa metode pembelajaran harus benar-benar dikuasai oleh seorang guru untuk dapat membelajarkan materi pemberlajaran terhadap siswa, agar pembelajaran dapat dilaksanakan dengan optimal. Metode mengajar mempunyai andil yang besar dalam kegiatan pembelajaran. Dengan penggunaan metode mengajar yang baik, tujuan pembelajaran akan dapat dicapai sesuai dengan standar keberhasilan yang telah ditentukan oleh guru.
Untuk membuat suatu metode itu dapat digunakan dengan baik, menurut Abu Ahmadi, dkk (1996: 53) mengemukakan bahwa dalam menggunakan satu atau beberapa metode harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1) Metode mengajar yang dipergunakan harus dapat membangkitkan motif, minat, atau gairah belajar siswa.
2) Metode mengajar yang dipergunakan harus dapat menjamin perkembangan kegiatan kepribadian siswa.
3) Metode mengajar yang dipergunakan harus dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk mewujudkan hasil karya.
4) Metode mengajar yang dipergunakan harus dapat merangsang keinginan siswa untuk belajar lebih lanjut, melakukan eksplorasi dan inovasi (pembaharuan).
5) Metode mengajar yang digunakan harus dapat mendidik murid dalam teknik belajar sendiri dan cara memperoleh pengetahuan melalui usaha pribadi.
6) Metode mengajar yang dipergunakan harus dapat mentiadakan penyajian yang bersifat verbalitas dan menggantinya dengan pengalaman atau situasi yang nyata dan bertujuan.
7) Metode mengajar yang dipergunakan harus dapat menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai dan sikap-sikap utama yang diharapkan dalam kebiasaan cara bekerja yang baik dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu hambatan yang menonjol dalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia adalah masalah metode mengajar yang dilakukan seorang guru dalam kelas. Semua ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan seorang guru terhadap kesesuaian metode mengajar dengan materi yang akan diajarkan, sehingga membuat guru menggunakan metode ceramah pada setiap pelakasanaan pembelajaran.
c. Metode Pembelajaran Discovery learning
Pembelajaran discovery bukanlah metode baru dalam dunia pendidikan. Istilah metode penemuan (discovery methode) didefinisikan sebagai suatu prosedur yang menekankan belajar secara individual, manipulasi objek atau pengkondisian objek dan eksperimentasi lain oleh siswa sebelum penarikan kesimpulan dibuat (Moejiono dan Dimyati. 1993: 86). Metode penemuan atau discovery ini penting untuk dipahami dan dikuasai oleh setiap guru karena dapat meningkatkan CBSA dalam kegiatan belajar mengajar.
Pengertian tentang discovery juga dikemukakan oleh Sukardi (2005: 3) yang menjelaskan bahwa discovery adalah hasil temuan yang memang sebetulnya sudah ada. Pembelajaran dengan menggunakan metode discovery learning ini selalu mengusahakan agar siswa terlibat dalam masalah-masalah yang dibahas. Metode discovery sebagai metode belajar mengajar yang memberikan peluang diperhatikaannya proses dan hasil belajar siswa, dalam kegiatan belajar-mengajar. Menurut Moejiono dan Dimyati (1993: 87) digunakannya metode discovery dalam proses pembelajaran bertujuan untuk:
1) meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif dalam memperoleh dan memproses perolehan belajar,
2) mengarahkan para siswa sebagai pelajar seumur hidup,
3) mengurangi ketergantungan kepada guru sebagai satu-satunya sumber informasi yang diperlukan oleh siswa, dan
4) melatih para siswa mengeksploritasi atau memanfaatkan lingkungannya sebagai sumber informasi yang tidak akan pernah tuntas digali.

Penggunaan teknik discovery ini guru berusaha meningkatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Dari berbagai penjelasan tentang metode discovery, maka pembelajaran ini memiliki keunggulan sebagai berikut.
1) Metode ini dapat membantu siswa untuk mengembangkan dan memperbanyak penguasaan keterampilan dalam proses kognitif siswa.
2) Siswa memperoleh pengetahuan yang sangat pribadi sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut.
3) Dapat meningkatkan kegairahan/motivasi belajar para siswa.
4) Mampu mengarahkan siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar yang kuat.
5) Teknik ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
6) Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses penemuan sendiri.
Metode discovery berpusat pada siswa, bukan pada guru. Guru hanyalah teman belajar siswa yang senantiasa membantu jika diperlukan. Walaupun begitu metode discovery ini masih mempunyai beberapa kekurangan antara lain:
1) pada siswa harus ada kesiapan dan kematangan mental untuk cara belajar ini. Siswa harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik,
2) bila kelas terlalu besar penggunaan teknik ini akan kurang berhasil,
3) bagi guru yang sudah biasa dengan proses pembelajaran tradisional mungkin akan sangat kecewa bila diganti dengan teknik penemuan, dan
4) teknik ini mungkin tidak memberikan kesempatan untuk berfikir secara kreatif.
d. Tujuan pelaksanaan Discovery learning
Dari berbagai pengertian tentang discovery diatas, pada prisnsipnya discovery atau penemuan di sini adalah bahwa untuk memahami suatu konsep atau simbol-simbol, siswa tidak diberitahu oleh guru, tetapi guru memberitahu peluang agar siswa dapat memperoleh sendiri pengertian-pengertian dan konsep-konsep itu melalui pengalamannya. Metode discovery ini sangat penting, karena memiliki tujuan sebagai berikut:
1) dapat mengembangkan kemampuan intelektual siswa,
2) mendapatkan motivasi instrinstik,
3) menghayati bagaiman ilmu itu diperoleh,
4) memperoleh daya ingat yang lebih lama retensinya,
5) meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif dalam memperoleh dan memproses perolehan belajar,
6) mengarahkan pada siswa sebagai pelajar seumur hidup,
7) mengurangi ketergantungan kepada guru sebagai satu-satunya sumber informasi yang diperlukan oleh siswa, dan
8) melatih siswa mengeksplorasi atau memanfaatkan lingkungannya sebagai sumber informasi yang tidak akan pernah tuntas digali
e. Langkah-langkah Pelaksanaan Pembelajaran Discovery learning
Adapun langkah-langkah pemakaian metode discovery ini adalah sebagai berikut:
1) pemilihan pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian, konsep, dan generalisasi yang akan dipelajari,
2) pemilihan bahan dan masalah atau tugas-tugas yang akan dipelajari,
3) membantu memperjelas mengenai tugas/masalah yang akan dipelajari dan peranan masing-masing siswa,
4) mempersiapkan tempat dan alat untuk penemuan,
5) mengecek pemahaman siswa tentang masalah yang akan dipecahkan dan tugas-tugasnya dalam melaksanakan penemuan,
6) membantu siswa dengan informasi/data yang diperlukan oleh siswa untuk kelangsungan kerja mereka, bila siswa menghendakinya
7) memberikan kesempatan kepada siswa untuk melaksanakan penemuan dengan melakukan kegiatan pengumpulan data dan pengolahan data,
8) membimbing para siswa menemukan sendiri dengan pertanyaan mengarahkan dan mengidentifikasi proses yang digunakan,
9) membesarkan hati dan memuji siswa yang ikut serta dalam proses penemuan, dan
10) membantu siswa merumuskan kaidah, prinsip, ide generalisasi, atau konsep berdasarkan hasil penemuan.
f. Prosedur Pembelajaran dengan Metode Discovery learning
Sitematika program pembelajaran Sains dengan menggunakan metode discovery learning dalam penelitian sebagai berikut:
1) Persiapan
(a) Guru menyiapakan alat-alat yang akan diperlukan dalam pembelajaran dengan metode penemuan.
(b) Guru mempersiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS).
(c) Guru menjelaskan secara garis besar langkah-langkah penggunaan metode discovery .
2) Kegiatan Utama
(a) Guru memberi tugas untuk melakukan percobaan atau eksperimen dengan kelompok masing-masing berdasarkan LKS yang sudah dibagikan.
(b) Guru memperhatikan keterlibatan siswa.
(c) Guru membantu kesulitan yang dialami siswa dalam melakukan percobaan.
(d) Guru membimbing di dalam mengumpulkan data dari kegiatan siswa dengan menggunakan metode discovery/penemuan.
(e) Guru menugaskan siswa untuk menarik kesimpulan.
(f) Siswa menyimpulkan.
3) Kegiatan Akhir
Siswa dibimbing guru menyimpulkan hasil eksperimennya menjadi sebuah konsep.
4. Tinjauan Tentang Hasil Belajar Sains
Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Sugihartono, dkk. 2007; 74). Pendapat tersebut didukung oleh Slameto (2003: 2) yang menjelaskan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkunganya.
Belajar bukanlah semata-mata mengumpulkan dan menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi atau materi pelajaran. Bukan pula sebagai latihan belaka seperti pada latihan membaca dan menulis. Menurut Patta Bundu (2006: 14) belajar diartikan sebagai suatu perubahan dari sistem direktori yang memungkinkannya berfungsi lebih baik dan dalam proses belajar ada lima faktor yang mempengaruhinya yaitu waktu, lingkungan sosial, komunikasi, intelegensi dan pengetahuan tentang belajar itu sendiri. Hal yang sedikit berbeda juga dikemukakan oleh Gagne dalam (Dimyati & Moejiono. 2006: 10) belajar terdiri dari tiga komponen penting yaitu internal, eksternal dan hasil belajar.
Kondisi Eksternal belajar M. Gagne (dalam Hasibuan & moedjiono. 2006: 5) bahwa ada empat macam tujuan yang harus dicapai dalam belajar, yaitu:
a. keterampilan Inteltual (yang merupakan hasil belajar terpenting dari sistem lingkungan skolastik),
b. strategi kognitif, mengatur ”cara belajar” dan berfikir seseorang di dalam arti seluas-luasnya, termasuk kemampuan memecahkan masalah,
c. informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta,
d. keterampilan motorik, dan
e. sikap dan nilai.
Proses belajar mengajar di kelas mempunyai tujuan yang bersifat transaksional, artinya diketahui secara jelas oleh guru dan siswa. Tujuan tercapai jika siswa memperoleh hasil belajar seperti yang diharapkan di dalam proses pembelajaran. Hasil belajar merupakan gambaran tingkat penguasaan siswa terhadap sasaran belajar pada topik bahasan yang dipelajari, kemudian diukur dengan berdasarkan jumlah skor jawaban benar pada soal yang disusun sesuai dengan sasaran belajar. Hasil belajar menurut Sutratinah Tirtonegoro (!984: 24) memberikan batasan bahawa hasil belajar yaitu penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk symbol-simbol, angka, huruf atau kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap peserta didik dalam setiap periode tertentu.
Secara garis besar klasifikasi hasil belajar terbagi menjadi tiga ranah (Benjamin Bloom yang yang dikutip oleh Nana Sujana, 1991: 22) yaitu:
a. Ranah Kognitif
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu pengetahuan, ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
b. Ranah Afektif
Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima spek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penelitian, organisasi, dan internalisasi.
c. Ranah Psikomotorik
Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perceptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.
Berkenaan dengan hasil belajar Sains di sekolah dasar, Patta Bundu (2006:19) menyatakan bahwa hasil belajar Sains SD adalah segenap perubahan tingkah laku yang terjadi pada siswa dalam bidang Sains sebagai hasil mengikuti proses pembelajaran Sians. Hasil belajar biasanya dinyatakan dengan skor yang diperoleh dari satu tes hasil belajar yang diadakan setelah mengikuti suatu program pembelajaran. Hal tersebut sesuai dengan dimensi hasil belajar yang terdiri dari dimensi tipe isi (produk), dimensi tipe kenerja (proses) dan dimensi tipe sikap (sikap ilmiah). Penelitian ini akan lebih menekankan pada hasil belajar pada ranah kognitif. Adapun ranah kognitif yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:
a. Pengetahuan (Knowledge)
Contoh yang termasuk kedalam aspek pengtahuan adalah mendefinisikan, melukiskan, mengidentifikasi, memberi nama, mencocokan, menyebutkan, dan lain sebagainya.
b. Pemahaman (Comprehension)
Contoh yang termasuk kedalam aspek pengtahuan adalah mengubah, mempertahankan, memperkirakan, menjelaskan, memberi contoh, menulis kembali, membedakan, dan menyatakan kembali.
c. Penerapan (Application)
Contoh yang termasuk kedalam aspek pengtahuan adalah mengubah, menghitung, mendemonstrasikan, memodifikasi, menghubungkan, menjalankan, mengerjakan, dan menghasilkan
Ketiga ranah tersebut akan dapat mengetahui hasil belajar siswa. Hasil belajar akan dapat dikatakan berhasil menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (1996: 120) adalah:
a. Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individu maupun kelompok.
b. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran instruksional khusus (TIK) telah dicapai oleh siswa, baik individu maupun kelompok.
B. Tinjauan Kurikulum
1. Cahaya
Cahaya memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanpa cahaya kita tidak dapat melihat benda-benda disekitar kita. Cahaya yang ada akan membantu kita dalam menikmati keindahan dunia dan alam semesta. Manusia memperoleh pengetahuan sebagaian besar dari indra penglihatan atau mata, dan tanpa adanya cahaya alat indra penglihatan kita tidak akan dapat berfungsi dengan baik.
2. Sifat-sifat Cahaya
Benda-benda yang ada di sekitar kita dapat kita lihat apabila ada cahaya yang mengenai benda tersebut. Cahaya yang mengenai benda akan dipantulkan oleh benda ke mata sehingga benda tersebut dapat terlihat. Cahaya berasal dari sumber cahaya. Semua benda yang dapat memancarkan cahaya disebut sumber cahaya. Contoh sumber cahaya adalah matahari, lampu, senter, dan bintang. Cahaya memiliki sifat merambat lurus, menembus benda bening, dapat dipantulkan dan dapat dibiaskan. Adapun uraian terhadap sifat-sifat cahaya tersebut adalah sebagai berikut:
a. Cahaya merambat lurus
Apabila kita memperhatikan cahaya matahari, maka tampak bahwa berkas cahayanya merambat dengan lurus. Cahaya matahari yang masuk ke dalam ruangan atau celah-celah rumah yang gelap, akan tampak seperti batang putih yang lurus. Arah rambat cahaya seperti halnya cahaya matahari yang masuk dicelah-celah rumah yang gelap membuktikan bahwa arah rambat dari sumber cahaya adalah lurus. Cahaya merambat lurus ini dimanfaatkan untuk menbuat lampu dan senter.
b. Cahaya menembus benda bening
Cahaya dapat menembus beberapa benda. Benda-benda yang dapat ditembus benda cahaya disebut dengan benda bening. Benda-benda yang tidak dapat ditembus cahaya disebut benda gelap. Benda yang dapat ditembus cahaya memiliki ciri-ciri bewarna bening dan benda yang tidak dapat ditembus cahaya memiliki ciri-ciri bewarna gelap. Adapun contoh benda bening adalah plastik transparan, air bening dan kaca polos. Sedangkan contoh benda yang tidak dapat ditembus cahaya adalah karton, tembok, dan kayu.
c. Cahaya dapat dipantulkan
Pemantulan cahaya ada dua jenis yaitu pemantulan baur (pemantulan difus) dan pemantulan teratur. Pemantulan baur terjadi apabila cahaya mengenai permukaan yang kasar atau tidak rata. Pada pemantulan ini, arah sinar pantunya tidak beraturan. Sementara itu, pemantulan teratur terjadi jika cahaya mengenai permukaan yang rata, licin, dan mengilap. Permukaan yang mempunyai sifat ini sinar pantulnya memiliki arah yang teratur. Bayangan anak di awal bab ini terjadi karena pemantulan teratur. Cermin merupakan salah satu benda yang memantulkan cahaya. Berdasarkan bentuk permukaannya ada cermin datar dan cermin lengkung. Cermin lengkung ada dua macam, yaitu cermin cembung dan cermin cekung.
1) Cermin Datar
Cermin datar yaitu cermin yang permukaan bidang pantulnya datar dan tidak melengkung dan biasanya digunakan manusia untuk bercermin. Cermin datar digunakan oleh manusia untuk bercermin karena sinar datang dipantulkan searah sehingga bayangan yang ditimbulkan cermin datar ini sama dengan aslinya.

2) Cermin Cembung
Cermin cembung yaitu cermin yang permukaan bidang
pantulnya melengkung ke arah luar. Cermin cembung biasa digunakan untuk spion pada kendaraan bermotor. Bayangan pada cermin cembung bersifat maya, tegak, dan lebih kecil (diperkecil) daripada benda yang sesungguhnya.
3) Cermin Cekung
Cermin cekung yaitu cermin yang bidang pantulnya melengkung kearah dalam. Cermin cekung biasanya digunakan sebagai reflektor pada lampu mobil dan lampu senter. Sifat bayangan benda yang dibentuk oleh cermin cekung sangat bergantung pada letak benda terhadap cermin. Jika benda dekat dengan cermin cekung, bayangan benda bersifat tegak, lebih besar, dan semu (maya). Jika benda jauh dari cermin cekung, bayangan benda bersifat nyata (sejati) dan terbalik.
d. Cahaya dapat dibiaskan
Cahaya dapat merambat melalui dua medium yang berbeda, misalnya dari zat satu ke zat yang lain yang kerapatannya berbeda, maka cahaya tersebut mengalami pembiasan atau pembelokan. Contoh dari pembiasan cahaya adalah bolpoin yang terlihat bengkok padagelas yang berisi air.
C. Kerangka Berfikir
Selama ini masih banyak guru yang mengkondisikan siswa untuk menghafal seperangkat fakta yang diajarkan oleh guru. Guru pada kenyataan sekarang ini masih dianggap sebagai satu-satunya sumber belajar dan sumber pengetahuan. Pada umumnya pelaksanaan pembelajaran dalam kelas secara keseluruhan menggunakan metode ceramah yang membuat siswa bersikap monoton dan pasif. Hal ini dapat berakibat pada rendahnya hasil belajar siswa.
Untuk dapat mengingkatkan hasil belajar siswa, guru harus dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menarik. Salah satunya adalah dengan menggunakan metode Discovery Learning yang dapat memberikan siswa suasana baru dalam proses pembelajaran. Kegiatan siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan metode discovery learning diantaranya siswa menyelesaikan tugas-tugas dalam kelompok, berusaha menemukan konsep materi yang dipelajari secara kelompok, dan siswa mengemukakan apa yang diperoleh dalam kegiatan tersebut. Dengan demikian penerapan metode discovery learning dalam proses pembelajaran akan berakibat hasil belajar siswa meningkat.
Adapun skema kerangka berpikir yang dapat peneliti gambarkan dari penelitian ini adalah:







Gambar 1
Skema Kerangka Berfikir
D. Hipotesis
Hipotesis tindakan dalam penelititan ini adalah dengan menggunakan metode discovery learning akan meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SDN Bandingan IV dalam mata pelajaran Sains pada materi sifat-sifat cahaya